Jumat, 19 November 2010

Shadow

bila mata memandang adalah kebenaran, maka ia akan bias suatu saat. maka hilangkah kekekalan terhadap kebenaran itu.
bila tangan meraba adalah kebenaran, maka ia akan lenyap dan berubah manakala rasa tberubah, maka hilanglah kekekalan terhadap kebenaran itu.
bila telinga mendengar adalah kebenaran, maka ia akan terlupakan ketika suara berubah-ubah, lenyaplah pula kebenaran.
Tapi, bila hati memiliki keyakinan terhadap Allah. ia akan abadi, menghantarkan pada tingkat pengenalan Tuhan tanpa keraguan.
hati adalah penggerak seluruh organ,
hati adalah pengatur semua langkah,
hati adalah penentu rabaan, ciuman, pandangan dan mata hati akan terpancar dengan sinar Ilahi.
bila hati telah dikotori dengan kemaksiatan, iri dengki, kebencian, kekikiran, maka ia akan menutupi kebenaran akan sinar Ilahi.
Jagalah kebersihan hati dengan tersenyum, melaksanakan tugas-tugas dari Tuhan sebagai landasan cinta kita padaNya.
"kebutuhan" untuk beribadah adalah puncak kebahagiaan bukan terletak pada "kewajiban".
ANALISIS PUISI SUFISTIK JALALUDDIN RUMI
(SEBUAH PENDEKATAN METAFORA)

Makalah
Mata Kuliah : Pragmatik dan Semantik
Dosen: Prof. Dr. Jenny
Dr. Ratna





Oleh

Nanan Abdul Manan (7316090181)
PB.B

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
(UNJ)
2010
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nama lengkapnya Jalaluddin Rumi ialah Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri. Lahir pada 30 September 1207 Masehi di Balkh (kini terletak di perbatasan Afganistan) dan meninggal pada 17 Desember 1273 Masehi di Konya (wilayah Turki, Asia). Beliau adalah sang maestro dalam syair. Tidak sekedar penyair, beliau juga sebagai ahli filsuf religius. Dengan nukilan goresan pena itu, sesungguhnya Rumi menyingkap dan mengungkap situasi kepenyairannya sendiri. Tepat sekali bila pembaca menebak-nebak, disamping terkenal sebagai penyair, ia memang seorang ulama besar (mullah).
Jalaluddin Rumi dibesarkan dalam keluarga dan masyarakat yang memberikan semangat keagamaan padanya. Ayahnya, Bahauddin Walad mendapat kedudukan tinggi di kalangan keagamaan di Khorasan, sebelum ia dengan tiba-tiba mengungsi ke Konya wilayah kekuasaan Turki Saljuq menjelang penyerbuan bangsa Mongol. Di Konya, Bahauddin mendapat bantuan lindungan dan bantuan raja serta penghargaan rakyat sebagai khotib dan guru agama.
Rumi sendiri, setelah menyelesaikan pendidikan bertahun-tahun di Aleppo dan Damsyik, pada saatnya pula mengajar dan menjadi khatib di Konya. Sepanjang hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari tiga ribu kasidah (ode) dan ghazal (lirik). Bagi pembaca tanah air, buku kumpulan puisi Rumi yang sangat terkenal yakni Masnawi. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Dengan karakteristik unik seorang penyair plus ahli tasawuf, Rumi telah menorehkan tinta sejarah bahwa dia merupakan satu-satunya penyair sufi yang sulit tertandingi oleh para penyair sebelum, semasa dan sesudahnya. Dengan realita demikian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap beberapa lirik syairnya yang memiliki sayap makna, penuh kharismatik sekaligus cahaya magis bagi si pembaca karena begitu memesona.
Penulis tertarik untuk melakukan kajian-meskipun sederhana-terhadap puisi-puisi Rumi. Adapun sentral kajian yang penulis lakukan adalah terkait dengan puisi-puisi yang mengandung metafora. Sehingga, dari beberapa puisi yang ditemukan, penulis hanya menemukan beberapa ungkapan saja yang mengandung metafora dan dijadikan bahsan pada tulisan ini. Semoga bermanfaat.

B. Landasan Teori
Bahasa merupakan ungkapan pikiran, ungkapan perasaan. Ia akan menjadi penghias dalam komunikasi manusia sehari-hari. Ungkapan yang akan lama membekas adalah ungkapan yang penuh pesona. Pesona itu hadir karena adanya rangkaian kata yang dipadu dengan hiasan makna si pengujarnya. Metafora merupakan salah satu piranti bahasa yang dapat menjadikan ungkapan itu memesona.
Metafora secara etimologi berasal dari bahasa Latin metaphora, dalam bahasa Yunani metafora memiliki kesepadanan dengan transference. Hal ini dilandaskan pada metaphor dari metapherein yang berarti to transfer : meta-, diluar kenyataan- + pherein, membawa. Dengan definisi tersebut, maka metafora dapat dipahami sebagai sebuah ungkapan yang diluar makna literal dan membawa makna-makna baru yang dibangun oleh si pengujar dan akan memberikan stimulasi terhadap variasi makna yang dibangun oleh si pendengar pula.
Secara tradisional, terdapat dua pandangan tentang peran metafora dalam bahasa, pertama, classical view atau referential view (Jaszczolt 2002: 346). Classical view atau referential view dipahami bahwa metafora yang digunakan oleh zaman dahulu, dalam hal ini diawali oleh tulisan-tulisan Aristoteles-filsuf Yunani-yang sering menggunakan metafor-metafor sebagai pengungkapan suatu hal tidak secara langsung melalui pendekatan literal kalimat tersebut
Searle (1979), seperti dikutip oleh Jaszczolt (2002: 346), menjelaskan pandangan tradisional tentang metafora dalam dua pandangan, yaitu: pertama, comparison view, berpendapat bahwa ungkapan metaforis membandingkan persamaan atau kemiripan antarobjek yang ada di dalamnya; dan kedua, interaction view, beranggapan bahwa terdapat oposisi verbal (interaction) antara makna ungkapan yang digunakan secara metaforis dengan maknanya secara literal.
Akan tetapi Searle memiliki pendapat lain terkait metafora. Ia mendefinisikan bahwa metafora sebagai makna pengujar (Jaszczolt, 2002: 348). Dilanjutkan olehnya bahwa makna metaforis bukanlah makna kalimat: makna kalimat juga tidak dibagi ke dalam makna literal dan makna metaforis, melainkan makna kalimat adalah makna literal, dan makna pembicara adalah makna metaforis. Sehingga, dengan demikian, si pengujar dapat memberikan banyak makna dari ujarannya sesuai dengan keinginannya. Secara garis besar bahwa makna literal berada pada makna kalimat itu sendiri, sementara makna metafora berada pada makna ujaran si pengujar. Untuk memahami lebih lanjut, salah satu contoh dapat kita teliti seperti diberikan berikut.
Sally is a dragon (Jaszczolt, 2002: 347),
Pada kalimat di atas, Sally adalah seekor naga bukanlah makna sesungguhnya seperti kita menemui Sally. Naga merupakan metafora (perbandingan) bagi sally yang dilihat dari sudut sifatnya yang keras misalnya, menakutkan atau menjijikkan layaknya naga. Si pengujar sesungguhnya ingin menyampaikan semua karkter-karakter Sally yang sesuai dengan karakter yang dipahami sebagai naga. Pengujar tidak merasakan rasa bahasa yang menarik bila hanya mengungkapkan karkteristik-karakteristik sally secara literal, akan tetapi dengan penggunaan metafor naga, sebuah ungkapan akan lebih berasa dan mencakup banyak pesan si pengujar dengan ragam tujuan maknanya.
Namun, kita juga harus membedakan antara metafora dan simili. Perhatikan pada contoh berikut;
Mary is like a fish (Jaszczolt, 2002: 347),
Pada contoh ini, kita menemukan kata like sebagai konjungsi pada penjelasan Mary dan a fish. Berbeda dengan ungkapan pertama, Sally is a dragon, kita tidak menemukan konjungsi like maupun as. Inilah yang dapat membedakan antara metafora dan simili. Simili dan metafora memiliki kesamaan dari sudut perbandingan antara kata benda satu dengan kata benda lainnya. Akan tetapi simili menggunakan konjungsi (like, as atau seperti, ibarat, bagaikan) sementara metafora tanpa menggunakan konjungsi untuk memberikan perbandingan tersebut. Metafora maupun simili sama-sama merupakan gaya bahasa yang digunakan sebagai alat untuk menghadirkan meaningful utterances.



II. BAHASAN

Ulasan Puisi
Penulis melakukan pemilihan terhadap puisi-puisi Rumi yang mengandung metafora. Berikut puisi-puisi karya Rumi dari berbagai judul dan buku. Dapat kita lihat pada puisi dari buku Masnawi I halaman 599-607.
The Unseen Power
We are the flute, and the music in us is from Thee;
we are the mountain and the echo in us is from Thee.
Pada penggalan puisi di atas, terlihat ada unsur metafora. Kalimat we are the flute-kami adalah seruling merupakan makna metafora dari makhluk yang ada pada genggaman Tuhan. The flute atau seruling tidaklah akan memiliki makna apa-apa tanpa ada yang meniupkan. Penjelasan berikutnya adalah and the music in us is fromThee-dan musik nya adalah dari Engkau. Engkau di sini memiliki posisi sebagai Tuhan yang mampu meniupkan (menggerakkan, mengatur, menggenggam) manusia. Dan muncullah musik atau irama (kekuatan) yang diberikan dariNYA.
Kalimat kedua menggambarkan we are the mountain and the echo in us is from Thee- kami adalah gunung dan gema nya adalah dari Engkau. Kalimat ini menjelaskan tentang makhluk yang diciptakan dan Tuhan sebagai penciptanya. Gunung di sini mensiratkan bahwa manusia sebatas diciptakan (gunung), berada di muka bumi. Ia tidak akan meletus (gunung), menyemburkan lahar, maupun kejadian lainnya tanpa ada kekuasaanNya (gema Engkau/perintah Tuhan). Metafora kedua pada penggalan kalimat di sini adalah manusia dan gunung. Ada titik kesamaan antara we are the flute dan we are the mountain terkait metaforanya itu. We are the flute menjelaskan tentang manusia yang hanya memiliki eksistensi (thr flute), sementara yang memberikan esensi (the music) adalah Tuhannya. Begitu pula pada we are the mountain, di sini dijelaskan bahwa makhluk hanya diciptakan, ditempatkan, diatur (gunung berada) dan yang menjadikan gunung (manusia) berubah dengan meletus atau mengeluarkan laharnya tiada lain oleh Thee (kekuatan Tuhan).
Mari kita lihat contoh metafora berikutnya pada penggalan puisi dalam satu judul yang sama dengan yang di atas tadi.
We are pieces of chess engaged in victory and defeat:
our victory and defeat is from thee, O thou whose qualities are comely!
Who are we, O Thou soul of our souls,
that we should remain in being beside thee?
We and our existences are really non-existence;
thou art the absolute Being which manifests the perishable.
Pada kalimat We are pieces of chess engaged in victory and defeat (kita adalah bagian dari pemeran dalam permainan catur yang diatur untuk menang dan kalah), metafora muncul pada perbandingan we dan pieces of chess. Rumi membandingkan antara manusia dan pemeran dalam catur. Dalam permainan catur terdiri dari satu raja, satu mahapatih, dua peluncur, dua kuda, dua bom dan delapan budak. Penyair melakukan pembandingan antara manusia dengan anak catur dilihat dari sisi karakter anak catur yang dapat diatur sedemikian rupa, menggunakan strategi apapun dan dengan cara permainan apapun bergantung pada yang memainkannya. Dalam setiap permainan, tentu ada dua sisi yang senantiasa tidak akan terpisahkan, yakni menang dan kalah (victory and defeat).
Sebuah tanda penyerahan diri sebagai manusia. Dengan segala kekuarangannya, ia diumpamakan sebagai pieces of chess, digerakkan (engaged) dan akan ditentukan menang dan kalahnya (victory and defeat) dalam sebuah pertandingan (perjalanan hidup yang penuh tantangan, cobaan, godaan, ujian). Sebagai bagian dari pemeran dalam permainan catur (manusia) akan senantiasa diatur oleh orang yang memainkannya (Tuhan). Penyair dalam hal ini hendak menyampaikan pesan bahwa manusia sebagai kesatuan yang utuh sebagai makhluk yang dikendalikan oleh Sang Maha Kuasa (Tuhan).
Mari kita lihat contoh metafora berikutnya pada penggalan puisi dalam satu judul yang sama dengan yang di atas tadi.
We all are lions, but lions on a banner:
because of the wind they are rushing onward from moment to moment.
Their onward rush is visible, and the wind is unseen:
may that which is unseen not fail from us!
Our wind whereby we are moved and our being are of thy gift;
our whole existence is from thy bringing into being.

Masnavi Book I, 599-607
Pada kalimat We all are lions, but lions on a banner (kita semua adalah singa-singa, tapi singa dalam sebuah pataka/bendera), metafora muncul antara we (kita) dibandingkan dengan lions (singa-singa). Manusia dibandingkan dengan singa karena memiliki karakter yang sama dalam hal tertentu, yakni berani. Keberanian ini ditunjukkan pada bait berikutnya-because of the wind they are rushing onward from moment to moment (karena angin, mereka berperang dari waktu-ke waktu). Lambang keberanian singa yang sama dimiliki oleh manusia adalah keberanian berperang. Akan tetapi, penyairpun tidak melepas makna pada kalimat ini tanpa suatu ikatan makna dari kalimat-kalimat sebelumnya. Sebagai pengikat makna adalah but lions on a banner. Sehebat apapun singa menyerang binatang-binatang lain, sehebat apapun manusia mampu berperang atau memerangi suku-suku lain namun mereka tetap ada dalam kekuasaan Tuhan mereka. Disinilah koherensi makna yang sempurna pada syair ini antara kalimat pertama dan kalimat-kalimat berikutnya. Posisi manusia sebagai makhluk yang berada pada kekuasaan Tuhan tidak terelakkan dengan kehebatan, kegagahan yang dimiliki singa (manusia).
Begitupun pada frase because of the wind (dalam rangkaian because of the wind they are rushing onward from moment to moment). Penyair Rumi menjelaskan bahwa metafora Tuhan dengan the Wind. Karakter yang dimiliki oleh the wind adalah mampu meniup, mampu menggerakkan. Posisi the wind pada metafora ini menjadi sebuah penyebab utama dalam menentukan they are rushing onward from moment to moment. They di sini mengacu kepada lions atau manusia yang dapat dikendalikan oleh angin (Tuhan). Segagah apapun singa (lions), mereka berada dalam pataka/bendera (banner) Tuhannya. Sesuai dengan sifat lemahnya manusia di depan Tuhannya, pataka/bendera (banner) pun akan mudah ditiup dan digerakkan oleh the wind (angin). Manusia menjadi metafora dalam a banner dan Tuhan digambarkan oleh sang Penyair dengan the wind.
Lengkaplah sebuah metafor antara Tuhan dan manusia. Cerminan muncul sebagai satu yang memiliki kekuasaan Maha yaitu Tuhan dan di lain pihak sebagai sesuatu yang ditentukan, diatur dan dimainkan yaitu Manusia. Secara keseluruhan, puisi-puisi karya Rumi berhaluan religius. Metafora yang muncul pada bait-bait puisinya senantiasa berada pada ranah Tuhan Allah dan penyerahan diri manusia padaNYA.
No Kata/frase asli Makna metafora
1 We are the flute, Flute-seruling, sebagai penjelas kepada manusia. Flute ada dan memiliki potensi untuk mengeluarkan bunyi, akan tetapi bunyi itu atau musik itu muncul dariNya
2 the music in us is from Thee; The music adalah kekuatan Tuhan yang merupakan pencipta suara dari the flute
3 we are the mountain The mountain atau gunung adalah sebuah metaphor pada manusia karena karakternya yang tunduk, ajeg, dan senantiasa patuh kepada langit.
4 the echo in us is from Thee. The echo adalah metaphor Tuhan yang mampu menggoyahkan gunung (manusia) menjadi meletus, lahar tersembur, dan lain sebagainya.
5 We all are lions, but lions on a banner: Lions adalah metaphor manusia. Manusia dapat hidup, menjadi pemberani, gagah sama seperti lions tapi mereka berada pada pataka atau bendera yang hanya sebatas gambar belaka.
6 because of the wind they are rushing onward from moment to moment. The wind adalah kekuatan Sang Maha Dahsyat, yaitu Tuhan yang mampu meniupkan pataka dengan mudah

















III. KESIMPULAN


Dari penjelsan sederhana di atas, sebagian bahkan secara keseluruhan puisi-puisi yang dihasilkan oleh Jalaluddin Rumi adalah seputar masalah religius. Rumi, dengan gaya bahasa memesona dan tak pernah habis kata-katanya, senantiasa melukiskan kata-kata dengan tinta emasnya tentang cinta kasih, penyerahan diri, dan ketidakberdayaan makhluk kepada sang Kholiq.
Pada puisi-puisi yang penulis pilih merupakan puisi-puisi yang mengandung metafora. Rumi sangat lincah memainkan kata-kata hingga terkadang metafor itu muncul tenggelam dan tidak mudah ditelusuri bila tidak dibaca secara komprehensip. Metafora yang digunakan oleh rumi tidak semudah kita telusuri karena kandungan metaforanya dapat bersifat global dalam bentuk wacana atau kesulitan juga ditemukan pada transliterasi dari bahasa asli ke bahasa Inggris bahkan ke Bahasa Indonesia. Sehingga, penulis di sini mengambil sumber yang berbahasa Inggris sebagai upaya meminimalisir deviasi makna.
Secara garis besar, dapat ditemukan beberapa karakter dari hasil penelusuran sederhana pada puisi-puisi Rumi adalah seputar penyerahan diri manusia pada Tuhan. Penyerahan diri manusia kepada Tuhan semata-mata kecintaan makhluk kepada Khaliqnya, ketidakberdayaan manusia di depan Tuhannya semata-mata kesadaran bahwa eksistensi manusia berada atas dasar esensi Tuhannya semata. Sehingga, penyerahan diri, ketidakberdayaan, merupakan sebuah kenikmatan jiwa yang sulit terukur dengan hitungan realitas karena ekstasi yang menyengat jiwa dan ketenangan hati yang tak berkesudahan.




Referensi

Jaszczolt, K.M. 2002. Semantics And Pragmatics-Meaning in language and discourse, London. Pearson education Press
Rumi's Divan of Shems of Tabriz Selected Odes (Element Classics of World Spirituality) Mevlana Jalaluddin Rumi, et al Published 1997
The Sufi Path of Love The Spiritual Teachings of Rumi William C. Chittick (Translator) Published 1983
DAFTAR ALAMAT KEDUTAAN BESAR DI INDONESIA
AFGHANISTAN
Jl. Dr. Kusumaatmaja S.H. 15, Jakarta 10310
Telepon : (021) 314-3169 Fax : (021) 335-390
Email: afghanembassy_indo@yahoo.com

SOUTH AFRICA
Wisma GKBI, 7th Floor, Suite 705
Jl. Jenderal Sudirman No. 28, Jakarta 10210
Telepon : (021) 574-0660 Fax : (021) 574-0661
Email: saembjak@centrin.net.id Website: www.saembassy-jakarta.or.id

ALBANIA
2952, Jl. Bukit Ledang, Off Jalan Duta,
Kuala Lumpur 50480, Malaysia
Phone: (60-3) 2093-7808, 2093-8102 Fax: (60-3) 253-7359

ALGERIA/ALJAZAIR
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 10-1 Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-4719 / 525-4809 Fax : (021) 525-4654
Email: ambaljak@cbn.net.id Website: www.algeria-id.org

UNITED STATES OF AMERICA
Jl. Medan Merdeka Selatan No. 5, Jakarta 10110
Telepon : (021) 3435-9000 Fax : (021) 386-2259
Email: jakconsul@state.gov Website: www.usembassyjakarta.org

UNITED STATES OF AMERICA - Bali
Jl. Hayam Wuruk 188 Denpasar - Bali, Indonesia
Phone: (62-361) 233-605 Fax: (62-361) 222-426

UNITED STATES OF AMERICA - Surabaya
Jl. Raya Dr. Sutomo No. 33 Surabaya, Jawa Timur
Phone: (62-31) 568-2287, 568-2288 Fax: (62-31) 567-4492

SAUDI ARABIA
Jl. M.T. Haryono, Kav. 27 Jakarta 13630
Telepon: (021) 801-1553 / 801-1537 Fax : (021) 801-1527

ARGENTINA
Menara Mulia Building, 19th Floor, Suite 1901
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Kav. 9-11 Jakarta 12930
Telepon : (021) 526-5661 Fax : (021) 526-5664

AUSTRALIA
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C15-16 Jakarta 12940, Indonesia
Telepon : (021) 522-7111 Fax : (021) 522-7101

AUSTRIA
Jl. Diponegoro 44, Jakarta 10310
Telepon : (021) 338-090 / 338-101 / 310-7451 Fax : (021) 390-4927

BANGLADESH
Jl. Denpasar Raya 3, Block A-13 Kav. 10, Kuningan Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-1986 / 522-1574 Fax : (021)526-1807

BELANDA
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. S-3, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-1515 Fax : (021) 570-0734

BELGIA
Deutsche Bank Building 16th Floor
Jl. Imam Bonjol 80, Jakarta 10310
Telepon : (021) 316-2030 Fax : (021) 316-2035

BRAZIL
Menara Mulia Building, 16th Floor, Suite 1602
Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 9-11 Jakarta 12390
Telepon : (021) 526-5656 Fax : (021) 526-5659

BRUNEI DARUSSALAM
Wisma GKBI, Suite 1901
Jl. Jenderal Sudirman 28, Jakarta 10210
Telepon : (021) 574-1437 / 574-1438 / 574-1439 Fax : (021) 574-1463

BULGARIA
Jl. Imam Bonjol 34-36, Jakarta 10310
Telepon : (021) 390-4048 / 390-4049

CHILE
Bina Mulia I building, 7th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-1131 Fax : (021) 520-1955

CHINA
Mega Kuningan No.2, Jakarta
Telepon : (021) 576-1037 / 576-1038 / 576-1039 Fax : (021) 576-1034

CHECH
P.O. Box 1319 Jl. Gereja Theresia 20, Jakarta
Telepon : (021) 390-4075 / 390-4077 Fax : (021) 336-282

DENMARK
Bina Mulia Building, 4th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520.4350 Fax : (021) 520-1962

UNI EMIRAT ARAB
Jl. Sisingamangaraja C-4, Kav. 16-17 Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-6518 / 520-6552 Fax : (021) 520-6526

PHILIPINA
Jl. Imam Bonjol No. 6-8 Menteng, Jakarta 10310
Telepon : (021) 310-0302 / 314-9329 / 310-0334
Fax : (021) 315-9773 / 315-1167

FINLANDIA
Bina Mulia Building I, 10th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. 10, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-7408 Fax : (021) 525-2033

HUNGARIA
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X No. 3 Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-3459 / 520-3460 Fax : (021) 520-3461

INDIA
Jl. H.R. Rasuna Said, S-1, Kuningan Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-4150 / 520-4152 / 520-4157 Fax : (021) 520-4160

INGGRIS
Jl. M.H. Thamrin 75, Jakarta
Telepon : (021) 315-6264 Fax : (021) 314-1824 / 390-2726 / 390-7493

IRAN
Jl. H.O.S. Cokroaminoto 110
Telepon : (021) 331-391 / 334-637 / 331-378 Fax : (021) 310-7860

IRAQ
Jl. Teuku Umar 38, Jakarta 10350
Telepon : (021) 390-4067 Fax : (021) 390-4066

ITALY
Jl. Diponegoro 45, Jakarta 10310
Telepon : (021) 337-445 / 323-490 Fax : (021) 337-422

JAPAN
Jl. M.H. Thamrin 24, Jakarta
Telepon : (021) 324-308 Fax : (021) 325-460

GERMANY
Jl. M.H. Thamrin 1, Jakarta
Telepon : (021) 390-1750 Fax : (021) 390-1757

CAMBODIA
Panin Bank Plaza, 4th Floor
Jl. Palmerah Utara 52, Jakarta 11480
Telepon : (021) 548-4840 / 548-3716 Fax : (021) 548-3684

CANADA
Wisma Metropolitan I, 5th Floor
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29, Jakarta 12920
Telepon : (021) 525-0709 Fax : (021) 571.2251

NORTH KOREA
Jl. H.R. Rasuna Said Kav.X No. 5, Jakarta 12950
Telepon : (021) 521-0181 / 522-2442 / 526-0066

Fax : (021) 521-0183
SOUTH KOREA
P.O. BOX 4187 JKTM
Jl. Jenderal Gatot Subroto 57, Jakarta Timur
Telepon : (021) 520-1915 Fax : (021) 525-4159

CROATIA
Menara Mulia building, Suite 2101
Jl. Gatot Subroto, Kav. 9-11, Jakarta 12930
Telepon : (021) 525-7822 / 525-7611 Fax : (021) 520-4073

CUBA
Villa Pejaten Mas, Block G, No. 4
Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta 12520
Telepon : (021) 780-6673 Fax : (021) 780-7345 / 780-6673

KUWAIT
Jl. Denpasar Raya Block A-XII No. 1
Kuningan Timur, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-2477 / 520-2478 / 520-2479
Fax : (021) 520-4359 / 522-4931 / 526-5886

LAOS
Jl. Kintamani Raya C-15 No. 33, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-2673 / 522-9602 Fax : (021) 522-9601

LEBANON
Jl. YBR V No. 82, Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021)526-4306 / 525-3074 / 520-7121 Fax : (021) 520-7121

LIBYA
Jl. Pekalongan 24, Menteng, Jakarta 10310
Telepon : (021) 335-308 / 335-754 Fax : (021) 335-726

MALAYSIA
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X/6 No. 1-3
Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 522-4947 Fax : (021) 522-4974

M A L I
Jl. Mendawai III No. 18 Kebayoran Baru, Jakarta 12130
Telepon : (021) 720-8472 / 726-8504 Fax : (021) 722-9589

MAROKO
Kuningan Plaza, South Tower, Suite 512
Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C 11-14 Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 520-0773 / 520-0956 Fax : (021) 520-0586

MEXICO
Menara Mulia Building, Suite 2306
Jl. Gatot Subroto Kav. 9-11, Jakarta 12930
Telepon : (021) 520-3980 Fax : (021) 520-3978

EGYPT
Jl. Teuku Umar 68, Menteng, Jakarta 10350
Telepon : (021) 314-3440 / 331-141 / 335-350
Fax : (021) 314-5073

MYANMAR
Jl. Haji Agus Salim No. 109, Jakarta Pusat
Telepon : (021) 314-0440 / 327-684
Fax : (021) 327-204

NIGERIA
P.O. BOX 3649 Jl. Taman Patra IV No. 11-11A
Kuningan Timur, Jakarta 12950
Telepon : (021) 526-0922 / 526-0923 Fax : (021) 526-0924

NORWEGIA
Bina Mulia Building I, 4th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 10 Kuningan, Jakarta 12950
Telepon : (021) 525-1990 Fax : (021) 520-7365

PAKISTAN
Jl. Teuku Umar No. 50 Menteng, Jakarta 10350
Telepon : (021) 314-4008 / 314-4009 / 314-4011
Fax : (021) 310-3947 / 310-3946 / 310-3945

PAPUA NEW GUINEA
Panin Bank Centre, 6th Floor

Selasa, 27 Juli 2010

Mengajar; Seni Berkomunikasi
Oleh: Nanan Abdul Manan, S.Pd. *)

Teaching is the art of communication. One can involve in different and strange atmosphere in the first and feel comfort with the sameness of community in the next. It’s a successful case of one in associating.


Prawacana
Mengajar merupakan sebuah aktifitas yang tidak terelakkan bagi individu di muka bumi ini. Kata mengajar dan belajar merupakan satu kesatuan yang akrab tak terpisahkan. Karena keduanya berada pada lokus yang sama ketika satu diantaranya melakukan peran. Peran dominan diantara keduanya dapat berjalan sepihak maupun bergantian bahkan seimbang. Lebih lanjut, dipahami bahwa seorang guru atau dosen secara otomatis akan menjadi aktor sebagai pengajar (melakukan aktifitas mengajar) sementara murid atau mahasiswa sebagai aktor pemelajar (melakukan belajar atau yang diajar). Dua aktor itulah yang telah menciptakan pengajar/pendidik/guru dan murid/mahasiswa/peserta didik/pelajar.

Mengajar adalah seni
Bila dilihat pada prosesnya, mengajar yang berasal dari kata ajar memiliki makna sebuah aktifitas memberi pengetahuan atau memberi informasi dari pihak satu kepada pihak lain. Pengajar akan memberikan apa yang dia miliki kepada peserta didiknya. Melakukan pengajaran berarti melakukan sebuah komunikasi dua arah, yakni antara guru dan murid atau dosen dan mahasiswa. Dari komunikasi itulah muncul sebuah seni. Seni yang dimaksud pada proses ini adalah seni berkomunikasi. Seorang pengajar yang baik tidak seyogiayanya hanya mampu berbicara sementara audien didiamkan tanpa memberikan respon terhadap apa yang dibicarakannya. Akan tetapi, pengajar harus melakukan komunikasi yang memunculkan dua pihak berperan aktif dan bertanggungjawab dalam menciptakan adegan kelas menjadi menarik.
Komunikasi merupakan kunci utama dalam menciptakan suasana kelas menarik. Apakah kelas akan dibawa menuju orchestra atmosphere, play group, silent milieu, monotonous place, frightening situation, dan lain sebagainya. Semua penciptaan situasi kelas akan ditentukan oleh pengajar sebagai pemeran utamanya. Sebagai pemeran utama, pengajar dapat membentuk pemeran-pemeran lainnya dalam menjalankan cerita di kelas agar menakjubkan bagi semua pihak. Kesuksesan kegiatan di kelas akan sangat bergantung pada pengajar. Dan kompetensi utama yang harus dimiliki oleh pengajar adalah ‘komunikasi’. Komunikasi merupakan seni utama dalam penciptaan suasana belajar menggairahkan.
Aspek komunikasi adalah kompetensi diri pengajar yang mampu melakukan transfer pengetahuannya. Kemampuan berkomunikasi pada diri pengajar dapat diindikasikan dengan terjadinya respon antusias dari para peserta didik baik sedang maupun setelah proses pembelajaran. Kemampuan berkomunikasi juga dapat dilihat melalui kemampuan pengajar dalam mengenal karakter-karakter yang bervariasi di kelas, memadukannya menjadi sebuah aset berharga dalam proses pengajaran, dan menjadikannya instrumen dalam pencapaian tujuan pengajaran. Penguasaan karakter yang heterogen menjadi ukuran sejauh mana pengajar tersebut expert atau tidak.
Pola komunikasi atraktif dalam proses pengajaran dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan yang jelas. Berikut dijelaskan melalui peta sederhana berikut;






Pada peta di atas dijelaskan bahwa pola komunikasi yang dilakukan oleh peserta didik berada pada posisi dua arah. Keduanya saling memengaruhi. Pengajar memberikan informasi pengetahuan; menerjemahkan dengan pemahamannya dan menyampaikan kepada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik akan merespon terhadap tindakan pengajar dengan cara atau persepsi yang berbeda-beda. Respon peserta didik bisa saja acuh, tidak peduli, biasa-biasa, antusias, penasaran. Respon tersebut harus segera didiagnosa dan diolah, sebagai bekal pada pengajaran lanjutan.
Teacher’s activities Students’ responses








Dari peta di atas dijabarkan bahwa semua kegiatan pengajar/guru akan direspon dengan berbagai variasi tanggapan. Tugas seorang pengajar adalah menanggapinya kembali, melakukan improvisasi dalam pemberian umpan balik kepada peserta didik. Tanggapan yang kurang nyaman dari peserta didik tidak lantas ditanggapi negatif oleh seorang pengajar, akan tetapi akan lebih elegan apabila pengajar itu sendiri yang berkreasi dalam penggunaan teknik-teknik pembelajaran yang lebih tepat.
Respon yang diberikan peserta didik merupakan pelajaran berharga bagi pengajar sejauh mana dia dapat berimprovisasi, berkomunikasi, dan berinteraksi maksimal dengan penuh penghayatan. Penghayatan dalam pengajaran di sini dimaknai sebagai sebuah sikap pengajar dalam proses pengajaran dengan senantiasa menemukan makna (meaningful) yang akan memberikan manfaat bagi dirinya dan peserta didik. Semakin sadar akan keragaman karakter kelas dihadapi oleh pengajar maka semakin enjoy pula pengajar merasa untuk menemukan teka-teki kesulitan dalam penguasaan kelas itu sendiri. Di sinilah kepiawaian seorang guru dalam berkomunikasi. Semuanya berlandaskan pada pola komunikasi.

Performa Pengajar; sebuah hal krusial
Disadari sebagai pemeran utama, seorang pengajar jelas menjadi public figure bagi peserta didiknya. Apapun yang ia lakukan adalah pilot project bagi kelas. Secara alamiah, hegemoni pengajar terhadap peserta didiknya akan lebih mudah pada aspek penampilan atau kinerja (performa). Performa yang diberikan pengajar akan langsung disaksikan peserta didik dan sesegera mungkin akan muncul respon. Performansi ini merupakan bagian dari komunikasi integral antara aspek factive dan emotive.
Factive dipahami sebagai penggunaan bahasa dilihat pasa cognitive aspect, sementara emotive lebih kepada affective atau attitudinal (Oller, 1979:17). Factive, dalam hal ini berkaitan dengan pola komunikasi, dapat dipahami berdasarkan kemampuan seorang pengajar dalam memadukan dan mengungkapkan kata-kata, frase, kalimat hingga membentuk sebuah pemahaman yang baik bagi peserta didik. Sedangkan, emotive merupakan pola komunikasi yang berdasarkan pada facial expression aspect (aspek ungkapan wajah), tone of voice (irama suara), dan gesture (gerak tubuh). Keduanya, baik factive maupun emotive, harus dikuasai oleh seorang pengajar. Tujuan utama dalam pengajaran adalah memberikan perubahan sikap, piranti untuk perubahan tersebut ada pada komunikasi, bila aspek komunikasi pengajar terhambat maka otomatis tujuan pengajaran tidak akan tercapai. Peserta didik akan menyelesaikan proses pembelajaran mereka tanpa mendapat kesan sensual yang exciting.
Performansi pengajar akan diindikasikan dengan berbagai tindakan, dari mulai cara berpakaian, tindak tutur (speech act) yang akademik, melakukan kontak mata yang responsip, melakukan pola mendekat (proximite) dan menjauh (far-distance) yang atraktif kepada peserta didik, dan selalu menciptakan suasana hangat di kelas tanpa melepaskan aturan dan etika pengajaran. Pada performansi ini dipahami sebagai seni persuasif terhadap publik. Semua yang dilakukan, baik aspek factive maupun emotive, merupakan pola komunikasi yang seyogiayanya dilakukan oleh pengajar. Sedikit disadari, bahwa apa yang kita kenakan, warna pakaian yang dipakai, gaya rambut yang kita miliki, cara berjalan mengelilingi kelas, melakukan pilihan kata dalam setiap penjelasan materi, lirikan mata, gerak tangan ketika berbicara, gerak tubuh (memutar, berbalik, membelakangi, menghadap), menuliskan huruf-huruf di papan tulis, gaya tulisan, semuanya menjadi identitas pengajar yang akan dinilai oleh peserta didik. Kata kunci dalam hal ini, pengajar adalah model bagi peserta didiknya.

Tawaran untuk Praktis
Seberapa banyak pendekatan, metode, teknik, gaya, strategi dalam pengajaran yang kita miliki tidak akan bermakna sama sekali tanpa diiringi dengan tindakan. Praktek merupakan hal yang penting. Memulai praktek itu merupakan hal yang lebih penting, dan keberanian untuk memulai adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu, pengajar harus memerhatikan tahapan-tahapan aktifitas di kelas sebelum memulainya. Pengajar senantiasa tampil sebagai perfectionist figure bagi peserta didiknya namun tidak berarti memaksa kepada kelas untuk mengakui demikian. Imej perfectionist figure akan muncul secara natural bila pelayanan pengajar di kelas memuaskan. Pengakuanpun akan diberikan tanpa harus diminta.
Berikut merupakan tahapan yang dapat dilakukan oleh pengajar dalam pengajaran; sebelum-sedang-sesudah. Pertama, seorang guru hendaknya memiliki motivasi diri (sehingga mampu memberi motivasi kepada kelas). Tanpa diawali dengan memotivasi dirinya, seorang guru akan mendapatkan kesulitan ketika berhadapan dengan siwa, guru akan kaku, tidak mampu beradaptasi segera dalam lingkungan kelas. Maka guru di sini disebut sebagai motivator. Kedua, seorang guru hendaknya menguasai materi. Ia adalah master pada mata pelajaran yang diajarkannya.Ketiga, seorang guru hendaknya mampu melakukan kesepakatan untuk membuat aturan kelas; menjelaskan tujuan, manfaat dan prospek pengajaran-compromizer. Keempat, seorang guru hendaknya bersikap hangat, ramah, murah senyum dan dekat dengan peserta didik tanpa mengabaikan aturan-friendly actor. Kelima, seorang guru hendaknya mengenali karakter kelas sebelum memulai melalui pertanyaan-pertanyaan singkat kepada setiap peserta didik-observer. Keenam, seorang guru hendaknya merespon ide-ide mereka dalam proses pengajaran-appreciator. Ketujuh, seorang guru hendaknya melakukan kontak sensual yang cermat-comprehensive communicator. Kedelapan, memberi penghargaan bagi mereka yang lebih apresiatif dan memotivasi-sportive actor.
Dari delapan langkah ini dapat diterjemahkan secara sederhana melalui skema berikut;

Dari gambaran di atas dapat dipahami bahwa delapan aspek yang ditempuh pengajar dalam menciptkan kelas dinamis, atraktif, dan tidak membosankan. Tidak mungkin semua itu dapat dilaksanakan tanpa ada keberanian. Demikianlah seni dalam mengajar. Semoga.

Sabtu, 22 Mei 2010

Ungkapan-ungkapan Deiksis



1. JENIS-JENIS DEIKSIS
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa beberapa jenis ungkapan bahasa alamiah sangat tergantung pada konteks yang sesuai dengan interpretasi ungkapan tersebut. Seperti contoh, beberapa jenis ungkapan-acuan yang telah dibahas pada bab 7 memerlukan kesimpulan acuan kontekstual. Lebih dari itu, penggolongan sederhana sebuah kalimat merupakan dependen-situasi inheren. Salah satu contoh dependen-konteks adalah deiksis. Dalam kalimat berikut (1), kita menemukan ‘I’, ‘it’, dan ‘him’ merupakan ungkapan-ungkapan yang mengacu pada orang dan benda yang dijelaskannya.
(1) I gave it to him
Informasi tentang siapa dan apa yang mereka (kata-kata) acu hanya dapat dijelaskan melalui konteks ujaran daripada pemahaman kalimat itu sendiri. Ungkapan-ungkapan terikat secara tekstual seperti di atas disebut deiksis. Deiksis berasal dari bahasa Yunani kuno είṿủµ, yang bermakna ‘menunjukkan’, ‘merujuk pada’. Deiksis merupakan penomena pengkodean informasi tekstual melalui pemahaman pada bagian-bagian leksikal atau pembedaan gramatikal yang memberikan makna ketika konteks ini menyatu. Dengan kata lain, deiksis bermakna informasi tekstual secara gramatikal maupun leksikal. Seperti contoh pada kata ‘he’, ‘here’, ‘now’ merupakan ungkapan-ungkapan deiksis. Semua kata-kata tersebut memberikan penunjuk pada konteks yang dapat diteliti terkait makna ujaran.
Tense juga termasuk pada ranah deiksis. Dalam contoh (2) arti kata ‘then’ hanya dapat dijelaskan dengan situasi kalimat itu.
(2) I gave it to him then.
Levinson (1983:55) memberikan contoh berikut untuk mengilustrasikan betapa pentingnya informasi deiksis itu. Anggaplah bahwa anda menemukan sebuah botol di laut dengan pesan di dalamnya. Perhatikan contoh (3).
(3) Meet me here a week from now with a stick about this big
Pesan ini tidak memiliki latar belakang kontekstual sehingga sangat tidak informatif.
Ungkapan-ungkapan deiksis juga kadang-kadang disebut indeksikal atau ungkapan indeksikal tetapi beberapa ahli mendefinisikan istilah “indeksikal” dibatasi hanya pada kata ganti ‘I’ dan ‘You’ dan keterangan ‘here’ dan ‘now’ karena aturan tersebut sudah tetap pada kalimat. (Larson and segal 1995:215). Semantik berdasarkan daftar kata-kata akan dibahas pada bab 3. istilah lain juga yang digunakan oleh para ahli adalah demonstarative (kata penunjuk) atau ungkapan-ungkapan penunjuk (demonstrative expressions). Istilah ini menjelaskan beberapa istilah yang cukup sulit dalam bahasan ini. Penggunakan istilah ‘demonstrative’ atau ‘kata penunjuk’ yang tepat yaitu pada ungkapan yang menunjukkan suatu suatu tindakan nyata yang asosiatif, seperti halnya ‘that’ atau ‘this man’ yang menunjukkan penunjukkan. Bagaimanapun juga, karena penggunaan bersama dan tanpa penunjukkan dapat dijelaskan melalui pendekatan teori yang sama, ungkapan-ungkapan seperti ‘I’, ‘here’, ‘now’, semuanya dijelaskan pada bahasan ‘demonstrative’ (lih Kaplan 1989:276-277). Beberapa ahli memaknai indeksikal dengan banyak varian dan membedakannya dengan indeksikal dan ‘pure’ dan ‘demonstrative’. Menurut Kaplan, baik indeksikal pure dan demonstrative mengacu pada teks langsung, acuan pada indeksikal demonstrative dapat dijelaskan melalui suatu tindakan dalam bentuk demonstrasi.
Karena ungkapan deiksis hanya terfokus pada makna yang diinterpretasikan oleh pendengar, maka deiksis berada pada ranah pargmatis. Bagaimanapun juga, pemahaman makna perlu diketahui sesuai dengan keadaan (pragmatis), dan pada hal lain dapat juga dilihat dari sudut makna semantik. Dengan kata lain, terkait dengan ungkapan-ungkapan deiksis, proses penemuan makna pragmatis akan berpadu pada makna semantik. Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa ungkapan deiksis adalah tempat, penentu-tempat pada ungkapan-ungkapan yang mengacu, yang disesuaikan dengan konteks yaitu; situasi, penjelasan kalimat sebelumnya, penunjukan atau referensi dan lain sebagainya. Sehingga, dalam analisis kalimat semantik dan ungkapan deiksis, kita harus memahami keberadaan kalimat yang dijelaskan sesuai dengan kondisi realita sebelum kita mengetahui maksud kalimat itu sendiri.
Deiksis menggunakan setting pembicara sebagai acuannya. Perbedaan here/there, this/that, these/those pada dasarnya juga mengacu pada kedekatan (proximity) pembicara, yang hal ini amat fleksibel dan tergantung konteks. Beberapa bahasa membedakan ruang secara berbeda, misalnya bahasa Spanyol memiliki tiga pembedaan seperti pada contoh (4).
(4) esto (this) – eso (that) – aquello (that over there)
Beberapa bahasa memililiki kompleksitas terkait kata ganti penunjuk (demonstrative pronoun). Ada pula kata kerja deiksis. Seperti contoh, ’come’ yang menunjukkan sebuah aktifitas terhadap pembicara. Beberapa bahasa, seperti bahasa Somalia memiliki morfem-morpem mosi deiksis yang menandakan ’towards the speaker’ (menunjuk pada pembicara) dan ’away from the speaker’ (diluar pembicara) (Saeed 1997:176). Perbedaan antar linguistik ini menunjukkan bahwa informasi semantik yang berbeda berada pada ranah gramatikal atau leksikal dalam bahasa yang berbeda pula. Deiksil spasial juga sering berkembang menjadi ranah temporal: ’here’ (disini), ’there’ (disana) dapat bermakna ’at this/that point of discourse’ (pada poin bahasan ini/itu); ‘this’ dan ‘that’ dapat menjelaskan secara khusus tentang waktu; tahun, minggu dan lain sebagainya. Penggunaan kata kerja ’go’ untuk mengacu waktu masa datang dapat digunakan dengan ’I am going to....’ adalah salah satu contoh dari beberapa fenomena perspektif bahasa.
Deiksis perorangan ditunjukkan dalam pronoun.
Deiksis dapat dikelompokan sebagai berikut :
(i) Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan, dan entitas yang lain.
(ii) Deiksis tempat (place deixis); menunjuk pada lokasi, dalam bahasa Inggris ada kata keterangan tempat here dan there.
(iii) Deiksis waktu (time deixis); menunjuk pada satuan tempo yang ada dalam ujaran. Disini kita membedakan coding time (waktu ujaran) dan receiving time (waktu dimana informasi diterima oleh audien). Penunjuk kala dan kata keterangan waktu (now, tomorow, next year) masuk dalam kategori ini.
Meski kontroversial, lebih jauh jenis deiksis dapat ditambahkan :
(iv) Deiksis wacana (discourse deixis); yang menunjuk pada bagian dari wacana seperti contoh pada kalimat (5).
(5) I am hungry, that is what I said.
5. Deiksis sosial (social deixis); yang menunjuk pada hubungan sosial atau perbedaan-perbedaan sosial. Contoh; sampean dan jenengan.
Mari kita bahas lima kategori deiksis lebih jelas. Deiksis perorangan menjelaskan subjektifitas eradicable ke dalam struktur semantik bahasa alamiah (Lyons 1977:646). Deiksis perorangan menunjukan subjektivitas dalam struktur semantik. Deiksis perorangan hanya dapat ditangkap jika kita memahami peran dari pembicara, sumber ujaran, penerima, target ujaran, dan pendengar yang bukan dituju atau ditarget. Dengan demikian kita dapat mengganti kata ganti dan kata sifat pada contoh (6) dengan contoh (7) atau (8) dalam proses ujaran.
(6) “give me your hand”
(7) “give him your hand”
(8) “I give him my hand”
Berikutnya, penting kiranya melihat jumlah jamak yang berbeda maknanya ketika kita terapkan pada orang pertama dan orang ketiga. Pada orang pertama, bukan berarti multiplikasi dari pembicara. Juga, “we” dapat menjadi inklusif atau eksklusif dari yang ditunjuk. Sistem kata ganti berbeda dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena ragam perbedaan ditambahkan seperti jumlah dua, jenis kelamin, status sosial, dan jarak sosial. Lebih-lebih, istilah keturunan juga menunjuk pada deiksis. Misalnya, dalam bahasa Aborigin Australia ada istilah yang digunakan untuk seseorang yang merupakan bapak pembicara dan merupakan kakek pembicara. Bapak pembicara yang bukan kakek pembicara akan ditunjukan dengan istilah yang lain.
Deiksis waktu juga ditujukan pada partisipan dalam wacana. “Now” berarti waktu dimana pembicara sedang menghasilkan ujaran. Waktu pengujaran berbeda dari waktu penerimaan, meskipun dalam prakteknya peristiwa berbicara dan menerima memungkinkan berdekatan atau kotemporal. Pusat deiksis dapat ditujukan pada yang dibicarakan sebagaimana yang didiskusikan dalam contoh (9). “Now” mengacu pada waktu dimana yang dibicarakan mempelajari kebenaran, yang diikuti dengan waktu dimana pengarang mengungkapkan pesan.
(9) “You know the truth now. I knew it a week ago, so I wrote this letter”.
Hal menarik yang lain untuk diperhatikan adalah istilah “ today, tomorrow, yesterday” apakah mengacu pada hari keseluruhan atau pada saat tertentu, sebuah episode pada hari itu, seperti pada contoh (10) dan (11) berikut:
(10) “Yesterday was Sunday”.
(11) “I fell off my bike yesterday”.
Jumlah hari secara deiksis juga berbeda dari bahasa satu ke bahasa yang lain: bahasa Jepang memiliki tiga hari ke belakang dari “today” dan dua hari ke depan.
Waktu adalah paling mempengaruhi kalimat menjadi deiksis. Penting kiranya untuk membedakan antara gramatical tenses dan semantic temporallity. Misalnya, kalimat (12) dan (13) adalah non deiksis dan atemporal, meskipun kalimat tersebut memiliki nilai gramatikal.
(12) “A whale is a mammal”.
(13) “Cats like warmth”.
Dalam penelitian semantik tentang temporality atau ‘metalinguistic tense’ yang digali dari logika kala, terdapat perbedaan yang tegas antara (i) past, present dan future, (ii) prioritas relatif dari dua peristiwa dimasa lampau, dan juga antara (iii) hal-hal dalam waktu yang berlawanan dalam rentang waktu. Perbedaan-perbedaan ini tidak secara langsung masuk dalam tenses gramatikal karena tenses gramatikal ini juga mencakup aspect dan modality. Tenses gramatikal juga mencerminkan ketergantungan budaya dalam melihat waktu dan membaginya seperti afiks dalam bahasa Amahuaka yang diucapkan di Peru dimana rentang waktu mempengaruhi rentang sekarang separti halnya “ the morning” atau “the afternoon” tidak harus sebelum malam. Maka meskipun bahasa orang tenses gramatikal, bahasa tersebut tetap memiliki ungkapan temporallity.
Deiksis tempat menunjukan lokasi relatif bagi pembicara dan yang dibicarakan seperti pada “ten metres further”, ‘ten miles east of here’, ‘here’, there’. Misalnya kita dapat mendefinisikan here sebagai unit ruang yang mencakup lokasi pembicara pada saat dia berujar atau lokasi terdekat pada lokasi pembicara pada saat berujar yang mencakup tempat yang ditunjuk jika ketika berkata here diikuti gerakan tangan. Ukuran dari lokasi juga berbeda-beda, yang di pengaruhi oleh pengetahuan latar belakang. Here dapat berarti kota ini, ruangan ini, atau titik tertentu secara pasti. Dalam hal kata ganti this dan that, pilihan juga dapat didiktekan berdasarkan kedekatan emosional (empathy) dan jarak. Hal ini sering disebut deiksis empathetik. Dalam beberapa budaya, kata ganti demonstratif ini dapat dibedakan lebih berdasarkan prinsip-prinsip daripada jarak pembicara, seperti (i) dekat pada yang dibicarakan, (ii) dekat pada audien, (iii) dekat pada orang yang tidak ikut peristiwa (iv) berdasarkan pada arah-above-below, atau bahkan (v) kalihatan tidak kelihatan pada pembicara atau (vi) upriver- downriver dari pembicara, tergantung pada sistem dalam mengkonseptualisasi ruangan yang digunakan dalam bahasa tertentu. Deiksis tempat juga dapat menggunakan untuk waktu misalnya dalam contoh (14).
(14) I live ten minutes from here.
Deiksis tempat lebih dulu ada dari deiksis waktu: lokasi dikhususkan kepada waktu ujaran.
Tidak selalu mudah untuk memutuskan apakah penggunaan sebuah unngkapan itu deiksis atau non deiksis misalnya pada contoh (15). Pohon dapat berada di belakang mobil atau tertutup pandangan karena terhalang oleh mobil
(15) The tree is behind the car.
Seperti halnya pada contoh (16), anak laki-laki bisa berada di sisi kiri Tom atau di kiri Tom dari sudut acuan pembicara.
(16) The boy is to the left of Tom
Wacana deiksis bukan termasuk salah satu kategori dasar deiksis. Makna-makna pribahasa ini dapat kita lihat pada bagian wacana, seperti terlihat pada ‘pada paragraph terakhir’, ‘bahasan’, ‘kalimat awal’ ‘oleh karena itu’ pada kesimpulannya’, ‘anyway’, ‘all in all’, dimana ada hubungan refrensi dengan wacana. Ada juga kasus yang dipakai pada pronouns seperti pada kalimat 17, yang kita sebut sebagai wacana deiksis.
(17) I keep my car in the garage but my next-door neighbor keeps it in his drive
Menurut (C. Lyson 1999: 32). ‘it’ disebut lazinees pronoun, ini berhubungan dengan antesenden; tidak ada identitas refrensi. Pronoun disebut wacana deiksis yang merujuk pada potongan wacana, frasa kata benda akan diulang dengan kualifikasi tertentu (‘his car) atau ada beberapa tingkatan kata dalan bahasa Inggris, yang mempunyai fungsi wacana deiksis, yang berhubungan dengan topik wacana sebelumnya.
Deksis sosial ini berkaitan antara partisipan, dengan status topik wacana. Pertalian yang relevan dengan model deiksis ini termasuk hubungan antara pembicara alamat dan antara partisipan lainnya, pembicara dan objek pendegar dan lain sebagainya. Wacana ini dipakai tujuan wacana deiksis itu sendiri termasuk bentuk kata penunjuk, kesantunan pronoun (tu/vous), bentuk pertalian dan kesantunan pronoun, pada kenyataan alamat dan refrensi kesantunan pronoun juga dipakai, ini terlihat pada wacana yang lain untuk mengformulasi tingkatan wacana yang disusun, secara gramatik kita bisa lihat dalam berbagai bahasa.
Akhirnya, ada juga bentuk deiksis yang tidak bisa diandalkan pada pertalian tersebut tetapi lebih bersifat absolute, status non-hubungan dengan pembicara atau alamat, seperti “Her Royal Highness’. Beberapa ahli bahasa (Charles Fillmore, Stephen Levinson) menganalisis beberapa tipe deiksis sebagai sebuah contoh fenomena. Tetapi wacana deiksis sosial terlihat berbeda dengan ketiga kategori dasar pada person, tempat dan bentuk waktu. Secara gramatikal atau leksikal berbeda dalam konteks, tetapi secara konten keduanya tidak dapat diintrepretasi. Kemudian kita dapat menggunakan teori semantik formal untuk menganalisis deiksis tersebut, wacana deiksis sosial ini tentu saja diabaikan. Person, tempat dan deiksis waktu bisa digabungkan kedalam kebenaran kondisional-semantik, khususnya pada semantik dinamik seperti teori wacana representasi yang merujuk pada wacana refrensi.




2. PENGGUNAAN KATA GANTI NONDEIKSIS
Dalam ungkapan deiksis juga dikenal penggunaan non deiksis seperti dicontohkan dalam kalimat (23) sampai (28) berikut.
(23) You can never tell these days.
(24) There is this man I met in the cafe.
(25) Now, the next topic to discuss is presuposition.
(26) There you are.
(27) I was doing this and that.
(28) Their garage is opposite Honda’s. (vs. their garage is opposite).
Kata ganti juga digunakan secara non deiksis ketika kata ganti itu merupakan anafora dalam pengertian tata bahasa tradisional tentang kata. Dalam kalimat (29), pengacu itu sudah ada pada dalam teks awal daripada dalam konteks situasi. Dengan demikian, The boy mendahului dari anafora ‘he’.
(29) The boy fell off a tree and he was found by the gardener.
Sedangkan kalimat (17), kata ganti it digunakan meskipun acuannya adalah mobil yang dimiliki oleh tetangga, bukan mpbil yang dimiliki oleh pembicara. Maka, tidak ada identitas antara pendahulu dan anafor.
(17) I keep my car in the garage but my next door neighbour keeps it on his drive.
Kita menyebutnya penggunaan ‘it’ sebangai deiksis wacana.
Masalah hubungan anafora dengan kata ganti digunakan sebagai variabel juga muncul seperti pada kalimat (30) dimana ‘She’ mewakili variabel yang terikat dengan ungkapan bilangan every girl.
(30) Every girl thinks she should learn to drive.
Dalam kalimat (31), makna ‘it’ tidak bergantung pada ‘a donkey’ tetapi lebih khusus pada keledai yang dimiliki oleh petani.
(31) Every farmer who owns a donkey beats it.
Kata ganti yang awal (a donkey) merupakan variabel terikat dari ‘every farmer’, dan antara donkey dan kata ganti tidak terhubung secara sintaksis. Dengan kata lain tidak ada hubungan antara ‘a donkey’ dan ‘it’. Logika dari kalimat (31) adalah pada (31a)
(31a) VxVy ((farmer(x) & Donkey (y) & Owns (x,y)) à Beats (x,y))
Tetapi (31a) tidak sepenuhnya menterjemahkan kalimat (31). Tidak ada prosedur langsung yang dapat menterjemahkan kalimat (31) dan (31a).
Pada kalimat (32) tidak ada indikasi bagaimana menafsirkan cakupan dari penjelasan a farmer dan a donkey
(32) If a farmer owns a donkey. He is usually rich.
Jika kita membayangkan 99 petani miskin yang masing-masing memiliki satu keledai dan seorang petani dengan 200 keledai, maka perbedaan menjadi sangat nyata.
3. DEIKSIS DAN ACUAN
Mari kita bandingkan hal-hal semantik antara ungkapan deiksis dan acuan yang lain. Dari perspektif fungsi semantik bersyarat, kata ganti, dan demonstratif amat mirip dengan nama. Yaitu mengambil acuan, dan kalimat itu mengandung kebenaran jika predikatnya menunjukan kebenaran dari individu. Tetapi sebenarnya terdapat perbedaan yang esensial. Kata ganti dan demonstratif memiliki acuan variabel (veriable reference): kata ganti dan demonstratif tersebut mengambil acuan yang berbeda dari kesempatan penggunaan yang berbeda. Kalimat (33) kondisi kebenarannya sangat terlihat; tidak ada orang yang disebut Kasia Jaszczolt dan dia adalah seorang linguis.
(33) Kasia Jaszcozlt is a linguist.
Sekarang jika diungkapkan dalam kalimat (34) maka prosedur semantiknya akan terpecah meskipun maknanya sama
(34) I am a linguist.
Hal serupa juga terjadi pada kalimat (35)
(35) We are learning this now.
Batasan antara bergantung pada konteks dan tidak bergantung pada konteks tidak tegas karena memerlukan waktu yang khusus.
Persoalan utama dalam ungkapan deiksis adalah bahwa kalimat yang mengandung ‘I’ dapat mengungkapkan proposisi yang berbeda pada kesempatan penggunaan yang berbeda. Untuk mengatasi kesulitan ini dengan acuan dari ungkapan deiksis harus tetap. Jika acuan itu konstan, maka makna dari ungkapan deiksis akan tetap konstan dalam berbagai kalimat dan bentuk turunan.
(36) I like cheese and wine.
(37) I like cheese.
Berikutnya, perlakuan pada kata tunjuk dalam kalimat kompleks tidaklah semudah kata tunjuk dalam kalimat sederhana. Kita harus memutuskan, misalanya pada kalimat (38), apakah kata ‘that student’ harus dianalisis sebagai that sebagai ‘that’ sebagai kata penunjuk, atau penunjuk ‘that’ plus makna kata ‘student’.
(38) That student knows a lot about Tarski.
Terakhir, perbedaan jenis kelamin nampaknya juga tidak relevan dalam semantik, jika pembicara mengatakan kalimat (39), dengan menunjuk pada George Eliot yang tertera pada sampul buku, pembicara telah mengatakan sesuatu yang benar meskipun pengarangnya adalah seorang wanita, Mary Anne Evans.
(39) He also wrote Middlemarch.
Contoh (40) mengungkapkan pikiran sehingga kata ‘today’ harus mencerminkan pengertian dan juga acuan.
40) Today is fine.
Dalam kalimat (40) mengandung persoalan dalam acuannya. Sehingga dalam mencari acuan semisal kata today, yang juga diuajrkan day d, diartikan ‘jika dan hanya jika ada cara tertentu untuk mencari acuan kapan tepatnya hari tersebut. Penunjuk dalam pengertian berbeda mengungkapkan pengertian yang berbeda pula, dan hal ini beragam dalam berbagai situasi. Bahkan dalam masalah tenses, juga terdapat perbedaan tersebut. Kalimat (41) mungkin tidak benar ketika dikatakan di musim gugur.
(41) This tree is covered with green leaves.
Tetapi pengertian bukan hanya pikiran pribadi: kita juga harus dapat melacak objek ketika kalimat (40) dirubah menjadi kalimat (42) sehari kemudian.
(42) Yesterday was fine
Sehingga seseorang dapat berfikir dengan kondisi yang sama dalam kalimat (40) sehari setelahnya, meskipun ungkapan yang digunakan berbeda.
Dalam pemahaman seperti inilah, kehadiran sesuatu yang diacu menjadi teramat penting agar semantik dari ungkapan deiksis dapat terjelaskan, sekaligus sebagai bentuk ketergantungan pada konteks.

Referensi
Katarzyna M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics. 2002. London: Longman.

Jumat, 21 Mei 2010

Mengapa Mengeluh

Jadilah hari ini adalah sejarah yang akan menghantarkan ke arah ketenaran atas keberhasilan anda di masa depan. hanya keluhan, alasan, ketakutan, kebencian dan ketidakberanian yang akan membunuh diri anda. lakukanlah dengan ikhlas tanpa mengharap balasan orang lain. berharap hanya kepada Tuhan, meminta hanya kepada Tuhan, bergantung hanya kepada Tuhan, dan sukseslah akan diraih.

Salam hidup berani. siapa berani-segera dapat.